Note: Posting ini terus diupdate sesuai perkembangan.Saya mendapat berita ini lewat
Fajar Jasmin melalui jaringan
Twitter-nya;
Treespotter. Dan saya secara dengan antena was-was yang tinggi terpancang, meneruskan berita ini kepada pembaca sekalian:
Departmen Pendidikan Nasional Republik Indonesia telah menyediakan secara
online data 36 juta sekian pelajar Indonesia. Data lengkap dalam format XLS berisi nama siswa, nomer induk dan alamat tinggal. Seperti kedua penulis terdahulu, saya tidak akan memberikan tautan kepada depdiknas dan data tersebut dengan alasan yang sama.
Saya bersama Fajar Jasmin pagi ini telah mengunduh salah satu file tersebut dan menemukan bahwa memang benar terisi data-data siswa seperti tersebut di atas.
Anak-anak saya memang [belum] terdaftar dalam data tersebut, namun saya juga tidak akan berhenti mengusung masalah ini sampai pihak terkait berbuat sesuatu atas kondisi ini.
Jika anda peduli akan keselamatan anak anda yang bisa jadi terdaftar bersama di sana, saya mohon, suarakanlah berita ini kepada komunitas anda. Jangan biarkan tangan-tangan tak bertanggung jawab memiliki akses untuk menyentuh anak-anak kita. Jangan biarkan negeri ini menjadi tanah impian bagi penculik dan peleceh anak.
Saya tidak ingin bersikap negatif, namun saya yakin bahwa anak-anak sudah layak dan sepantasnya mendapat perlindungan maksimal dan dijauhkan dari pertukaran data secara tidak perlu seperti yang dilakukan oleh Depdiknas. Jika dalam pandangan Depdiknas, data itu perlu dipertukarkan, maka sudah seharusnya mereka memikirkan cara yang jauh lebih aman dan sepatutnya agar hanya dapat diakses oleh yang sungguh-sungguh berkepentingan.
Berita asal:Update:
Jim Geovedi menulis soal
fakta ini di bulan April 2008! Dan menambahkan update soal privasi setelah tulisan-tulisan di atas dimuat.
Update, reaksi lain dari blogosphere:
12 Oktober 2008:
Saya pribadi turut berterima kasih kepada
Pitra Satvika yang telah ikut bersuara lantang dan menuliskan e-mail langsung kepada salah satu petinggi Diknas untuk menyampaikan kekhawatiran akan tersedianya data tersebut dan kemungkinan penyalahgunaannya. Terimakasih juga kepada
Boy Avianto yang telah mengirimkan SMS kepada jaringan terkaitnya dan ikut bersuara menentang kesembronoan Diknas.
Beberapa suara yang muncul lewat ranah micro-blogging membuat saya gatal:
-
Pemberian tautan situs Diknas dan contoh data terunduh: Jika dikatakan tanpa tautan dan contoh file; kami disebut pembohong dan penyebar isu: Pertama saya katakan, kami sudah melakukan verifikasi atas keberadaan data & keabsahannya. Kedua, pahami dulu inti permasalahannya sebelum anda melontarkan ucapan apapun! Kami menyuarakan ini agar data tersebut ditarik dari situs Diknas bukan ingin menyebarluaskannya!
-
Data tersebut tidak 100% valid: saya tidak peduli bahkan jika hanya ada 1 nama yang datanya bisa diverifikasi benar. Inti dari semua protes ini adalah keberadaan data pribadi yang secara bebas dapat diunduh adalah suatu pelanggaran. Pelanggaran terhadap privasi, suatu ketidak patutan yang sangat tidak etis, yang kemudian dapat berdampak bagi keselamatan anak-anak yang belum memiliki kemampuan membela diri.
Beberapa rekan blogger saya mendapati nama anak-anak mereka tercantum di sana. Data mereka valid.
Saya protes akan cara berfikir dan kebijakan yang dipakai oleh Diknas sehingga mereka menempatkan data-data tersebut secara online dan dapat diunduh. Apapun argumentasi mereka, sudah selayaknya TIDAK berada di atas keamanan anak-anak kita.
Dengan demikian saya juga menentang mereka yang beranggapan bahwa jika data itu hanya sebatas nama & alamat dan bukan nomor rekening bank adalah tidak perlu diperdebatkan. Maka saya tidak akan menjawab dengan bagaimana saya bermodal nama lengkap seseorang bisa muncul di depan hidungnya lengkap dengan pengetahuan akan gaya hidup dan aktifitasnya. Saya lebih baik mengatakan bahwa orang yang beranggapan demikian lebih baik menyibukan diri untuk mencari cara menteleport dirinya ke abad 21 daripada hidup di jaman batu.
-
Mengapa harus kita yang repot?: Karena yang paling utama adalah hal ini menyangkut anak-anak kita. Manusia-manusia yang akan meneruskan semua warisan kita dan akan membangun negeri ini. Manusia-manusia yang lahir dari kita semua dan belum mampu membela diri mereka sendiri. Dan jelas sudah, departemen yang seharusnya membantu kita mendidik mereka dan melindungi mereka dalam tahun-tahun pendidikan formal mereka-lah yang justru telah dengan sangat ceroboh menempatkan keamanan mereka dalam posisi yang sangat rentan.
Seberapapun lelahnya kita akan kondisi bangsa dan pemerintah kita, sikap untuk bungkam dan tidak mau tahu tidak akan membawa bangsa ini kepada titik yang lebih baik. Dan perlu saya garis bawahi bahwa sikap bungkam dan tidak mau tahu itu akan memberi kontribusi tambahan kepada rentannya keamanan anak-anak kita.
Suarakan dukungan anda, gunakan media apapun yang anda pilih.
Suarakan hingga data itu tidak tersedia lagi secara terbuka.----------------------------------
13 Oktober 2008:
DetikInet ikut menulis di situsnya tentang ramainya perbincangan dan protes terhadap Diknas oleh para blogger. Tulisan
saya,
tresspotter dan
Budi Putra ikut dikutip. Semoga berita ini terus bergulir hingga sebuah langkah kongkret oleh Diknas dibuat.
Jam 3 sore terima
berita dari Pitra Satvika lewat
Plurk, bahwa situs di mana data itu bisa diunduh sudah tidak dapat diakses. Pastinya hanya sementara, tapi semoga setelah situs itu online kembali, data yang kita protes keberadaannya telah lenyap. Saya juga berusaha masuk ke sana dan tidak bisa.
DetikInet rupanya juga punya
tulisan terkait dengan yang sudah disebutkan di atas berisi tanggapan Kepala Pusat Infomasi dan Humas Diknas Muhajir. Beliau mengatakan, keputusan untuk menyediakan jutaan data privasi tersebut dilatarbelakangi dari adanya Undang-undang Nomor 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Dan artikel ditutup dengan pernyataan tambahan sang humas yang bunyinya:
"Tapi ini kan masih sebatas kekhawatiran, sudah terbukti belum? Kalau sudah terbukti silahkan diinformasikan, kami di diknas siap menampung keluhan,"
OOOOOOOOOOOOO
wait, pak! Membela diri berbekal UU nomer sekian saja saya tidak terpesona karena untuk apapun kebijakan dibuat dan apapun dasarnya, sudah layak dan sepantasnya tidak luput dari memperhatikan kaedah-kaedah seperti privasi apalagi sampai menjudikan keselamatan anak-anak. Ditambah dengan bicara soal bukti? Pak, saya tadi sudah meninggalkan komentar yang saya jamin sopan dan dimulai dengan ucapan terimakasih. Berhubung komentar yang dimoderasi harus bergaya tabloid picisan (seperti
komentar kedua saya yang malah dipasang) maka saya coba tulis ulang disini tapi maaf saya sudah tidak bisa bersikap sopan apalagi berterimakasih untuk tanggapan bapak di Senin yang panas ini:
- Kebijakan setengah-setengah dan tanpa perhitungan sangat menunjukan kaliber anda dan kementrian yang anda huni. Ya, saya juga bicara termasuk untuk data yang dihapus setengah (alamat, tempat tanggal lahir) sore tadi.
- Seperti layaknya teknologi yang kementrian anda miliki itu, lidah juga adalah alat pak. Kalau salah pakai bisa kacau hasilnya. Kalau tidak mengerti bagaimana memakai dengan layak, sebaiknya bapak belajar lagi dulu.
Demikianlah terakhir saya berhasil masuk kembali ke situs Diknas dan berhasil mengunduh lagi data siswa yang kini telah bersih dari alamat dan tempat-tanggal lahir. Apa saya puas? TIDAK!
Data itu harus tidak lagi tersedia terbuka! Data itu harus hilang dari jejak mesin pencari. Titik.
UPDATE:Penutup seluruh blunder di atas adalah tepuk tangan untuk kita semua. Berita baik dengan ditutupnya akses mengunduh dari situs Diknas oleh admin Dapodik pada tanggal 15 Oktober 2008 boleh membuat kita berbangga atas suruh daya upaya kita dan tanggapan Diknas yang relatif cepat. Bravo!