Si kecil Immi sedang asyik belajar bicara dengan membeo semua kata yang dia dengar. Hasilnya sering kali tidak sesuai dengan contoh awalnya. Seluruh proses ini sangat asyik diperhatikan sekaligus lucu seperti ketika dia mengucapkan 'Mogen' saat seharusnya 'monkey' yang terucap. Hal itu lucu bukan kepalang buat kami yang mengetahui bahwa Mogen adalah sebagian kecil dari namanya sendiri.
Seluruh proses membeo si kecil Immi sekaligus membuat kami jadi sangat berhati-hati memilih kosa kata untuk dipergunakan di depannya, begitu juga dengan acara di TV. Seluruh siaran yang penuh caci maki beserta adegan kasarnya sedapat mungkin dihindari. Sangat tidak lucu kalau Immi sampai mengucapkan kata-kata makian itu saat ia belum mampu mengerti kenapa ia tidak boleh mengulangnya lagi.
Wacana berbahasa dan berbicara akhir-akhir ini jadi sebuah perhatian buat saya, bukan hanya menyangkut Immi, tapi lebih banyak karena keresahanku tentang betapa rancunya manusia menggunakan nikmat yang satu ini. Pemborosan kosa kata sampai rendahnya kepekaan (dan pengetahuan) dalam pemilihan istilah.
Saya yakini bahwa kemampuan berbicara adalah sebuah anugerah. Bahasa adalah sebuah ilmu pengetahuan dan budaya yang maha kaya. Namun fakta yang sudah tidak perlu diperdebatkan itu kini menjadi tidak lagi berharga bagi begitu banyak orang sehingga dengan mudah dibuat rancu dan dipergunakan seenak udel saja.
Mentang-mentang lahir tidak bisu-tuli dan sudah mengenyam bangku sekolahan dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia, banyak orang merasa mereka bisa seenaknya bermain dengan kemampuan berbicara dan bahasa, tanpa menyadari bahwa yang mereka lakukan layaknya memainkan sebuah senjata tajam secara sembarangan.
Berbagai istilah dan singkatan diputar balik dan dipergunakan tanpa memikirkan kondisi dan lingkungan apalagi perasaan orang lain.
Pernah terpikir bahwa cara kita berbicara, pilihan dan kumpulan kosa kata yang kita gunakan menunjukan siapa kita sesungguhnya? Bagaimana kita baik terdidik dan kepekaan kita. Sayangnya kinipun banyak orang yang begitu tinggi sekolah namun sangat rendah berbahasa dan kepekaannya.
Teknologi begitu hebat dan berjarak hanya di ujung jari, kalau kita tidak tahu apa itu Autisme, cukup di-google saja. Pengetahuan begitu mudah untuk didapat. Namun begitu rendah kepekaan orang sehingga lebih asyik kalau ikut menggunakan istilah Autis untuk sekedar menggambarkan kesendiriannya daripada mencari di google dan mendapat pengetahuan baru. Tidak perlu peduli bahwa mungkin seorang dalam satu ruangan kerjanya sedang berjuang bersama si kecil di rumah yang terdiagnosa Autis. Tidak perlu peduli bahwa Autisme adalah sebuah kondisi yang sedang menjadi perhatian begitu banyak orang tua di muka Bumi karena meningkatnya penderita Autis secara drastis dalam 30 tahun terakhir. Bahwa 1 dari 166 anak didiagnosa Autis dalam berbagai skala (Understanding Autism for Dummies; 2006).
Saat sebuah istilah, kosa kata dipakai secara sembarangan. Saya meyakini bahwa bukan hanya menunjukan minimnya kepekaan sang pengguna tapi juga terjadi pembodohan karena penularan penggunaan istilah itu kemudian tidak didukung dengan penularan pengetahuan dan kebenaran atas istilah yang digunakan. Pengertian akan istilah menjadi simpang siur tanpa kepekaan dan keinginan meluruskan kebenarannya. Bergulir di ruang publik dan menjadi makin rancu.
Saat kita melakukan pemborosan uang, mungkin barang yang terbeli bisa dijual lagi. Jika tidak, barang masih dapat digunakan atau diberikan pada yang membutuhkan. Jika kita melakukan pemborosan kata-kata dengan kepekaan rendah dan menyakiti orang lain........... cukupkah hanya kata maaf yang kemudian diucapkan? Tanpa menumbuhkan kepekaan kemudian mengulang hal yang sama dengan kata-kata yang berbeda, kata maaf yang telah terucap menjadi sebuah pemborosan lagi.
Seluruh proses membeo si kecil Immi sekaligus membuat kami jadi sangat berhati-hati memilih kosa kata untuk dipergunakan di depannya, begitu juga dengan acara di TV. Seluruh siaran yang penuh caci maki beserta adegan kasarnya sedapat mungkin dihindari. Sangat tidak lucu kalau Immi sampai mengucapkan kata-kata makian itu saat ia belum mampu mengerti kenapa ia tidak boleh mengulangnya lagi.
Wacana berbahasa dan berbicara akhir-akhir ini jadi sebuah perhatian buat saya, bukan hanya menyangkut Immi, tapi lebih banyak karena keresahanku tentang betapa rancunya manusia menggunakan nikmat yang satu ini. Pemborosan kosa kata sampai rendahnya kepekaan (dan pengetahuan) dalam pemilihan istilah.
Saya yakini bahwa kemampuan berbicara adalah sebuah anugerah. Bahasa adalah sebuah ilmu pengetahuan dan budaya yang maha kaya. Namun fakta yang sudah tidak perlu diperdebatkan itu kini menjadi tidak lagi berharga bagi begitu banyak orang sehingga dengan mudah dibuat rancu dan dipergunakan seenak udel saja.
Mentang-mentang lahir tidak bisu-tuli dan sudah mengenyam bangku sekolahan dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia, banyak orang merasa mereka bisa seenaknya bermain dengan kemampuan berbicara dan bahasa, tanpa menyadari bahwa yang mereka lakukan layaknya memainkan sebuah senjata tajam secara sembarangan.
Berbagai istilah dan singkatan diputar balik dan dipergunakan tanpa memikirkan kondisi dan lingkungan apalagi perasaan orang lain.
- "gila, mata lo cina amat, man!"
- "ke toilet dulu ya,.. HIV nih!" (Hasrat Ingin Vivis)
- "lagi autis tuh, mojok sendirian."
- "makanya cari gaji gede donk, biar ga kanker mulu"
Pernah terpikir bahwa cara kita berbicara, pilihan dan kumpulan kosa kata yang kita gunakan menunjukan siapa kita sesungguhnya? Bagaimana kita baik terdidik dan kepekaan kita. Sayangnya kinipun banyak orang yang begitu tinggi sekolah namun sangat rendah berbahasa dan kepekaannya.
Teknologi begitu hebat dan berjarak hanya di ujung jari, kalau kita tidak tahu apa itu Autisme, cukup di-google saja. Pengetahuan begitu mudah untuk didapat. Namun begitu rendah kepekaan orang sehingga lebih asyik kalau ikut menggunakan istilah Autis untuk sekedar menggambarkan kesendiriannya daripada mencari di google dan mendapat pengetahuan baru. Tidak perlu peduli bahwa mungkin seorang dalam satu ruangan kerjanya sedang berjuang bersama si kecil di rumah yang terdiagnosa Autis. Tidak perlu peduli bahwa Autisme adalah sebuah kondisi yang sedang menjadi perhatian begitu banyak orang tua di muka Bumi karena meningkatnya penderita Autis secara drastis dalam 30 tahun terakhir. Bahwa 1 dari 166 anak didiagnosa Autis dalam berbagai skala (Understanding Autism for Dummies; 2006).
Saat sebuah istilah, kosa kata dipakai secara sembarangan. Saya meyakini bahwa bukan hanya menunjukan minimnya kepekaan sang pengguna tapi juga terjadi pembodohan karena penularan penggunaan istilah itu kemudian tidak didukung dengan penularan pengetahuan dan kebenaran atas istilah yang digunakan. Pengertian akan istilah menjadi simpang siur tanpa kepekaan dan keinginan meluruskan kebenarannya. Bergulir di ruang publik dan menjadi makin rancu.
Saat kita melakukan pemborosan uang, mungkin barang yang terbeli bisa dijual lagi. Jika tidak, barang masih dapat digunakan atau diberikan pada yang membutuhkan. Jika kita melakukan pemborosan kata-kata dengan kepekaan rendah dan menyakiti orang lain........... cukupkah hanya kata maaf yang kemudian diucapkan? Tanpa menumbuhkan kepekaan kemudian mengulang hal yang sama dengan kata-kata yang berbeda, kata maaf yang telah terucap menjadi sebuah pemborosan lagi.
4 comments:
senang rasanya membaca argumen yang telah disampaikan Leonny, semoga kita makin bijak "membelanjakan" kata-kata disamping kemerdekaan mengungkapkan semua yang kita rasa ~_^
hendro
Setuju dengan argumenmu. Memprihatinkan sekali apabila ketidakpekaan dilengkapi dengan ketidakmengertian akan apa yang diperkatakan.
Mungkin sudah banyak yang lupa ya dengan peribahasa ini: Berjalan peliharakan kaki, berkata peliharakan lidah.
@hendro: terima kasih sudah mampir. Setuju, semoga ya mas.. Kemerdekaan sudah selayaknya dinikmati dengan kebijakan karena ada tanggung jawab bersama kemerdekaan.
@Desny: bener-bener prihatin jeng.. apalagi pencetus argumen ini aslinya setelah tertumbuk beberapa tret di micro blogging yang penuh respon-respon boros istilah yang rancu dipergunakan.
Setuju dengan argumenmu. Memprihatinkan sekali apabila ketidakpekaan dilengkapi dengan ketidakmengertian akan apa yang diperkatakan
adobe software
knockoff handbags
Post a Comment