Jam 5 tepat saya, Fajar Jasmin dan Dody Herlambang sudah tiba di Kafe Pisa di jalan Gereja Theresia. Suasana masih lengang walau sedikit "berisik" karena house band sedang check sound. Sedikit lewat dari setengah jam ngobrol bertiga, Pico dan Muswardi muncul di ambang pintu dan segera bergabung. Anna Simanungkalit juga segera muncul disusul oleh Budi Putra. (Ivan Lanin bergabung sekitar jam 7.30, datang bersama jeng Nanda & si kecil Akra)
Sesaat setelah tajil dihidangkan, kami bertukar nomor telepon. Asyik sekali ternyata menjadikan kegiatan itu sebagai ice breaker sebuah pertemuan. Singkat cerita, sambil berbuka puasa kami asyik sharring macam-macam topik. Fajar dan Anna dengan Dostoevsky, mas Budi, Pico dan mas Ardy asyik membicarakan dunia blog. Semua seru.
Fajar membuka bahasan pertemuan kami dengan mengatakan kenapa dulu ia mencetuskan Indonesia 1.5 (more than a person), disusul penjelasan singkat misi untuk give back kepada masyarakat dengan cara yang lain dari yang telah banyak dilakukan.
Dari sanalah semua pertukaran ide dan diskusi itu dimulai. Dengan pemahaman yang sama bahwa kami hendak berbagi kepada masyarakat dan diungkapkan dalam bahasa berbeda-beda, saat itu, buat saya pribadi, adalah moment yang luar biasa.
Kami punya keresahan yang sama, tanpa bermaksud menjadi sombong kami katakan dengan lantang bahwa kami resah akan rendahnya kapasitas manusia-manusia Indonesia. Kami menyimpulkan bahwa segala hambatan yang menyebabkan bangsa ini masih menjadi pelengkap penderita kemajuan dunia adalah karena kapasitas manusianya. Dan tingkat kapasitas itu tidak ditentukan oleh, contohnya, seberapa melek teknologikah dia.
Jadi kami rumuskan bahwa misi kami adalah berbagi kepada mereka yang membutuhkan dengan cara yang tidak biasa dan sejalan dengan itu bertumbuh secara kapasitas, menjadi manusia yang lebih baik.
Terdengar begitu megah. Tapi percayalah, tiada kata-kata arogan nan megah saat kami membahas semua hal tersebut. Kebanyakan dari kami berbagi keresahan akan perasaan sepi yang kami rasakan dan kesulitan kami menggandeng teman untuk dapat berbagi dengan harapan kedua belah pihak mendapat manfaat yang sesungguhnya.
Mengapa saya katakan demikian? Karena banyak terjadi dimana bantuan yang diberikan bukanlah bantuan yang dibutuhkan, dan yang memberi bantuan sendiripun tidak memahami inti dari permasalahan sehingga tak ada pihak yang dalam proses itu kemudian mendapat makna.
Bertukar cerita dan ide, kami kemudian mengerucut kepada satu keputusan awal untuk membuat sebuah pilot project pengumpulan buku bagi wanita korban kekerasan rumah tangga. Seperti ditulis Fajar dalam laporannya tentang pertemuan ini, kami tidak bisa mengungkapkan kepada publik siapa dan dimana wanita-wanita tersebut. Dan jika telah terlaksanapun kami tetap tidak dapat secara gamblang melaporkan kepada publik. Semua demi keamanan mereka. Buku yang hendak kami kumpulkan adalah buku yang inspirasional sampai buku yang murni hiburan dengan harapan mereka mampu menjadi pelipur lara bahkan pembangkit semangat dalam masa-masa terpuruk.
Kami mengajak semua pembaca mencari buku yang dapat disumbangkan bagi para istri dan ibu tersebut. Dan saya pribadi menggugah anda untuk membaca buku tersebut sebelum anda berikan kepada kami untuk mendapat jawaban mengapa buku tersebut baik untuk dibaca oleh mereka yang telah terluka jiwa dan raga karena kekerasan rumah tangga.
Mari teman, kita berbagi dengan pengetahuan mengapa kita berbagi.
Terima kasih untuk semua yang telah hadir pada pertemuan ini, anda semua adalah inspirasi buat saya.
Update:
1. Sebuah mailing list telah dibuat untuk menjadi media komunikasi tambahan untuk semua member dan terbuka bagi siapa saja yang ingin membantu. Sampai bertemu di sana.
Sesaat setelah tajil dihidangkan, kami bertukar nomor telepon. Asyik sekali ternyata menjadikan kegiatan itu sebagai ice breaker sebuah pertemuan. Singkat cerita, sambil berbuka puasa kami asyik sharring macam-macam topik. Fajar dan Anna dengan Dostoevsky, mas Budi, Pico dan mas Ardy asyik membicarakan dunia blog. Semua seru.
Fajar membuka bahasan pertemuan kami dengan mengatakan kenapa dulu ia mencetuskan Indonesia 1.5 (more than a person), disusul penjelasan singkat misi untuk give back kepada masyarakat dengan cara yang lain dari yang telah banyak dilakukan.
Dari sanalah semua pertukaran ide dan diskusi itu dimulai. Dengan pemahaman yang sama bahwa kami hendak berbagi kepada masyarakat dan diungkapkan dalam bahasa berbeda-beda, saat itu, buat saya pribadi, adalah moment yang luar biasa.
Kami punya keresahan yang sama, tanpa bermaksud menjadi sombong kami katakan dengan lantang bahwa kami resah akan rendahnya kapasitas manusia-manusia Indonesia. Kami menyimpulkan bahwa segala hambatan yang menyebabkan bangsa ini masih menjadi pelengkap penderita kemajuan dunia adalah karena kapasitas manusianya. Dan tingkat kapasitas itu tidak ditentukan oleh, contohnya, seberapa melek teknologikah dia.
Jadi kami rumuskan bahwa misi kami adalah berbagi kepada mereka yang membutuhkan dengan cara yang tidak biasa dan sejalan dengan itu bertumbuh secara kapasitas, menjadi manusia yang lebih baik.
Terdengar begitu megah. Tapi percayalah, tiada kata-kata arogan nan megah saat kami membahas semua hal tersebut. Kebanyakan dari kami berbagi keresahan akan perasaan sepi yang kami rasakan dan kesulitan kami menggandeng teman untuk dapat berbagi dengan harapan kedua belah pihak mendapat manfaat yang sesungguhnya.
Mengapa saya katakan demikian? Karena banyak terjadi dimana bantuan yang diberikan bukanlah bantuan yang dibutuhkan, dan yang memberi bantuan sendiripun tidak memahami inti dari permasalahan sehingga tak ada pihak yang dalam proses itu kemudian mendapat makna.
Bertukar cerita dan ide, kami kemudian mengerucut kepada satu keputusan awal untuk membuat sebuah pilot project pengumpulan buku bagi wanita korban kekerasan rumah tangga. Seperti ditulis Fajar dalam laporannya tentang pertemuan ini, kami tidak bisa mengungkapkan kepada publik siapa dan dimana wanita-wanita tersebut. Dan jika telah terlaksanapun kami tetap tidak dapat secara gamblang melaporkan kepada publik. Semua demi keamanan mereka. Buku yang hendak kami kumpulkan adalah buku yang inspirasional sampai buku yang murni hiburan dengan harapan mereka mampu menjadi pelipur lara bahkan pembangkit semangat dalam masa-masa terpuruk.
Kami mengajak semua pembaca mencari buku yang dapat disumbangkan bagi para istri dan ibu tersebut. Dan saya pribadi menggugah anda untuk membaca buku tersebut sebelum anda berikan kepada kami untuk mendapat jawaban mengapa buku tersebut baik untuk dibaca oleh mereka yang telah terluka jiwa dan raga karena kekerasan rumah tangga.
Mari teman, kita berbagi dengan pengetahuan mengapa kita berbagi.
Terima kasih untuk semua yang telah hadir pada pertemuan ini, anda semua adalah inspirasi buat saya.
Update:
1. Sebuah mailing list telah dibuat untuk menjadi media komunikasi tambahan untuk semua member dan terbuka bagi siapa saja yang ingin membantu. Sampai bertemu di sana.